Perempuan penyulut dendam
Perempuan bungkuk itu
Punya sedikit kepandaian memantrai dunia
Mengembala itik sambil merancau ke sawah pusaka
Dadar dari telur hijau yang dia kumpulkan
Juga nasi dari padi yang di tanamnya sendiri
Teronggok dalam piring kanso
Pernah mengecap lidahku
Tapi One selalu berpesan
Supaya Ayah jangan pernah makan dan minum dirumah si Perempuan;
Si Pejuang perebut ahli waris
Dalam sengketa tanah Pusaka
Solok, 21 Desember 2023
Kayu penyucuk banak
Sawah melimpah
Mereka rebutkan
Tanah bertuah
Mereka idamkan
Adat menyimpang
Mereka jalankan
Bahkan sampai pada Mantra setan
Mereka rapalkan
Hingga, Sinso yang baru saja Pak Uwo hidupkan
Mematikan kayu yang hidup di lereng hutan
“Lari Ke kiri Daaa!”
Cukruk
Terburai Banak Pak Uwo di cucuk kayu tajam
Entah karena keharusan
Atau karena mantra yang mereka tiupkan?
Entahlah
Solok, 21 Desember 2023
Mantra dalam sambal
Menyebar kabar lewat gelombang
Ayah One sakit dalam ingatan
Datang dua orang dari kampung kebanggaan
Satu lelaki satu prempuan
Yang perempuan mengeluarkan sambal
Untuk di makan si sakit
Yang lelaki merapal mantra setan
Baru separoh One suapkan
Mual datang
Muntah keluar
Sesaat kemudian yang perempuan mengeluarkan kain kapan berlembar-lembar;
Yang laki-laki mengeluarkan minyak duyung berbotol-botol dari dalam tas rajut yang mereka bawa
Tangis pecah, Bukan kepalang
Sesal datang, Ayah meninggal
Solok, 21 Desember 2023
Ahli Waris Penunggu
Belum kering air pemandian
Masih basah tanah kuburan
Lelaki pemimpin perebutan, yang mereka sebut Mak Lelo
sudah terengah-engah meminta bagian
Katanya ada hak dirinya
pada sawah-sawah yang membentang sepanjang nagari Surian itu
Tetapi akhirnya juru tanah yang mengungkapkan
Hanya Ayah dari Ayahnya yang benar-benar beradik kakak dengan Ibu yang meninggal
Lantas hak mana yang sedang Mak Lelo perjuangkan
Si Ahli yang bukan pewaris tanah
Melainkan Ahli pembunuhan?
Solok, 21 Desember 2023
Kalau kataku “jual saja!”
Terselubung dalam lumbung ingatan
Dua pembunuhan Uda yang tidak terelakan
Ulah mantra yang mereka bacakan
Nagari-nagari itu
Tidak setenang yang tampak dari luar
Ajaib, mereka membubuhkan sihir
Menyulap tanah Pusaka Ayah menjadi nasi dan puing-puing rupiah
Setiap panen akan di bagi sama rata
Ayah selalu menjual lagi berasnya
Meskipun harus di beli lagi
Takut jika dalam beras itu juga di bubuhkan mantra
Tetapi Ayah selalu tidak bisa menjual sepenuhnya
Meskipun dirinya tahu bahwa tanah bertuah itu akan di kembalikan ke nagari
sebab tidak ada dunsanak padusi
“Sumpah orang tua akan berlaku jika kita menjualnya”
Entah ini bagian dari mantra yang mereka baca atau mantra lama yang mengutuk jiwanya?
Solok, 21 Desember 2023
Penulis : Anggi Oktavia, Mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia angkatan 2022, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas.
- SEGERA TERBIT! BUKU ALIH BAHASA KITAB SALASILAH RAJO-RAJO DI MINANGKABAU - 9 September 2024
- Musim Paceklik Sejarah: Melihat Peradaban dari Geladak Kapal | Arif Purnama Putra - 8 Juli 2024
- MAEK: Misteri Peradaban Menhir dan Pengetahuan Astronomi di Kaki Bukit Barisan | Penulis: Sultan Kurnia AB (Mahasiswa Doktoral Kajian Budaya, Hiroshima University, Jepang) - 4 Juli 2024
Discussion about this post