“Mendadak saja aku ingin menceritakan tentang dia. Apakah kau mau mendengar ceritaku?”
“Tentu saja. Tapi, ceritamu itu tentu tidak akan panjang?” Aku bertanya sambil menutup sebuah buku yang sedang kubaca.
“Jika kau tak menyela ceritaku selama aku bercerita, maka cerita yang akan kusampaikan padamu akan sangat singkat.”
“Sangat singkat, ya,” kataku diselingi pikiran-pikiran penuh tanya, cerita seperti apa yang akan diceritakannya dan siapakah dia yang dimaksudnya itu?.
“Tunggu sebentar,” katanya beranjak dari duduk, “Aku akan membawakanmu kopi dan roti dengan selai alpukat, dan sebungkus rokok,” sambungnya.
Lalu, setelah mengatakan itu, ia pergi ke dapur. Aku coba menebak ceritanya, apakah ceritanya tentang dirinya yang jatuh hati kepada seorang perempuan? Kalau tidak itu, pasti tentang film atau pekerjaan. Ketika aku belum banyak menebak kisah seperti apa yang akan diceritakannya, tiba-tiba ia sudah kembali. Sudah terlambat untuk memikirkan itu, lebih baik aku dengarkan saja ceritanya.
“Tolong kawan, bisakah kau bukakan pintu?, dua tanganku dan sepuluh jari ini sudah terisi. Kecuali kau akan membiarkanku membuka pintu ini dengan kaki,” katanya.
Begitu aku membuka pintu, ternyata ia membawa sebuah baki berisi dua cangkir kopi dan dua potong roti tawar dengan selai alpukat. Kemudian setelah meletakkan bawaan yang ada di atas baki itu, ia kembali duduk dan menyulut sebatang rokok. Helaan asap rokok mengepul ke udara dan nyala korek api buatan Denmark setelah membakar rokoknya dibiarkan saja menyala di dalam asbak.
“Nah, sekarang aku akan menceritakannya padamu,” katanya sambil menjentikkan abu rokok ke dalam asbak.
“Ya. Segera ceritakan, masih banyak yang harus kukerjakan malam ini,” ujarku dan juga menyalakan sebatang rokok yang dibawanya tadi.
Ia pun memulai ceritanya, “Ini sebenarnya cerita lama, aku bertemu dia yang tak memiliki sifat-sifat buruk. Padahal kenyataannya, dia itu memiliki sifat buruk. Tapi bukan berarti dia jahat. Dia menghukum orang-orang yang tak patuh terhadapnya, membunuh banyak orang semasa perang. Dengan pengetahuan dan kekayaan yang dimilikinya, dia dapat berbuat sekehendak hatinya terhadap kehidupan ini. Suatu hari, dia mengatakan padaku bahwa dia sedang membuat sebuah jam yang dapat menguasai ruang dan waktu di muka bumi ini. Lima belas tahun kemudian, jam itu akhirnya selesai, dia pun membuat sebuah dunia dengan mengirim sepasang kekasih yang cintanya tak dapat dibandingkan melebihi cinta siapa pun sepasang kekasih yang pernah hidup di dunia ini.pintaku
Tahun-tahun berlalu seperti debu yang ditiup angin dan pasangan kekasih itu memiliki anak dan cucu. Sedangkan dia yang pernah kutemui itu, orang-orang memujanya dikemudian hari atas capaiannya menciptakan dunia baru,” ia berhenti sejenak, meneguk kopi dan menyulut sebatang rokok lagi.
“Kenapa kau tak menyebutkan nama tokoh yang sedang kau ceritakan,” aku bertanya.
“Kau ingin tahu namanya? Nanti akan sampai pada bagian itu. Biarkan ceritaku ini mengalir seperti air melewati tanah dan kemudian membentuk jalurnya sendiri,” ia menjawab, sebelum melanjutkan ceritanya, ia menjentikkan abu rokok ke dalam asbak yang nyaris penuh itu.
“Ya, ya. Kalau begitu, lanjutkan ceritanya,” pintaku.
“Kesuksesannya membuat dunia baru dan dia menghilang tiba-tiba saat dunia yang diciptakannya itu dipenuhi beragam makhluk hidup. Di negeri yang baru itu, bermacam-macam teknologi diciptakan oleh anak cucu keturunan sepasang kekasih yang pertama kali ada di sana. Lalu, bertahun-tahun kemudian perpecahan terjadi, seperti di zaman-zaman perang yang pernah ada di dunia ini,” Ia terhenti ketika aku menyela bagian ini.
“Kenapa perpecahan seperti itu bisa terjadi di dunia yang baru saja diciptakan?”
“Kau tentu mengerti, kawan. Sedikit saja kau berseberangan pikiran dengan seseorang bahkan dengan keluargamu sendiri, kau bisa disingkirkan. Aku ingin kau tahu bahwa pada dasarnya manusia itu jahat. Bisakah aku melanjutkan cerita tentang dia yang sedang kuceritakan padamu?”
“Tentu. Tentu,” kataku mempersilakan ia melanjutkan ceritanya.
“Akhirnya, nyala api perang berkobar dalam setiap jiwa. Orang-orang yang tak punya kekuatan mengharapkan seseorang yang dapat menghentikan perpecahan antar umat manusia yang terjadi di berbagai tempat. Pembalasan terjadi di setiap permusuhan, hukum satu mata dibayar satu mata tak berlaku di masa itu. Aku mengira betapa bodohnya manusia yang hidup di sana. Dia yang menciptakan dunia baru itu memang telah lama menghilang dan sangat dirindukan, hanya dalam kuasanya negeri yang dia ciptakan hidup dalam kedamaian seperti taman-taman penuh bunga bermekaran. Perang tak pernah berhenti sampai suatu ketika dia yang telah lama menghilang datang kembali ke dunia baru itu. Umpama kayu yang habis dimakan api menjadi bara dan kemudian abu. Pedang, panah, senjata api dan berjuta-juta butir peluru tiba-tiba dingin. Dia mengatakan, jika kedamaian tak tercipta lagi di sini, maka aku akan menghabisi kalian tanpa tersisa, dan..” Ia jeda beberapa menit, mengingat kelanjutan ceritanya.
“Apa maksud dari kata-katanya itu? Apakah dia akan mengobarkan perang terhadap semua makhluk di dunia baru yang benih kehidupan di sana dia yang menanamnya?” Aku bertanya, meyakinkan pendapatku atas perkataan itu.
“Benar! Kau benar-benar paham ceritaku. Baiklah, sedikit lagi cerita ini akan tiba di bagian akhir. Saat dia mengatakan itu, waktu telah lewat tengah malam. Seluruh penghuni dunia baru itu serentak menyatakan perang kepadanya. Dengan begitu, mereka dapat melanjutkan perang yang terhenti dan ketika perang itu dilanjutkan, tentu tak ada hasil imbang sebab perang selesai ketika sudah ada pemenangnya. Mereka yang menang akan mengusai negeri itu. Angin bertiup menghembus api dalam diri setiap orang dan siap melahap apa saja, dia yang coba mencegah perpecahan itu hanya sesaat berhasil dicapai. Perang itu adalah perang merebut kekuasaan di mana banyak puncak kekuasaan di muka bumi silih berganti. Dia sungguh kecewa. Di mana saja manusia berpijak, mereka selalu inginkan kekuasaan, tak tahukah mereka bahwa memegang kekuasaan seperti berdiri di puncak kesunyian. Dia merasakan itu berkali-kali, itulah kenapa dulu dia menghilang tiba-tiba. Entah kepada siapa dia berpihak, adilkah dia yang menciptakan dunia baru itu menurutmu?” Ia bertanya padaku dan kemudian menyelipkan sebatang rokok di bibirnya.
“Apa yang dilakukannya? Aku tak bisa memutuskan bagaimana suatu hal adil dan tak adil, sedangkan kau belum menceritakan permasalahannya. Jika permasalahannya dia tidak berpihak pada siapa pun, itu sangat adil,” jawabku.
“Sesuai perkiraanku, aku sependapat denganmu dalam mempertimbangkan hal itu,” katanya dan kemudian ia melanjutkan ceritanya.
“Memang. Memang terkadang manusia menganggap kekuasaan sebagai capaian terhebat dalam hidup mereka. Dia yang memiliki jam untuk menguasai ruang dan waktu, juga menciptakan senjata pemusnahan yang setara nuklir di zaman sekarang. Membalikkan dunia baru itu ke keadaan semula dan di langit akan berjatuhan kabut-kabut berwarna putih bagai taburan tepung, waktu benar-benar mundur secara perlahan. Tidak semudah itu perang berakhir, dua kutub yang semula saling berlawanan bersatu untuk menyingkirkan dia. Yang terjadi setelah bersatunya dua kutub berlawanan itu ialah maut menelan nyawa yang tak terhitung jumlahnya. Bukan malaikat yang mencabut nyawa dalam perang itu, melainkan manusia sendiri. Manusia ibarat sebuah mesin, jika ada satu saja onderdil yang rusak maka harus segera diganti untuk kelanjutan hidupnya. Pada akhirnya, dia gugur dalam pertempuran dengan dunia yang telah lama dirancangnya. Ketika itu seseorang berteriak di tengah kerumunan yang menang, 'Kita telah membunuhnya, kita telah membunuhnya. Kini kita lanjutkan permusuhan lama kita!' dan perang tiada ujung itu dimulai kembali. Aku sebenarnya tak menyangka kalau dia terbunuh oleh manusia-manusia yang dikirimkannya ke dunia itu.” Ia menutup ceritanya.
“Aku tak bisa menebak tokoh yang sedang kau ceritakan itu, katakan saja siapa dia yang ada dalam ceritamu?” Aku bertanya ketika ia hendak berbaring.
“Kau belum juga mengerti ceritaku. Dasar payah, aku akan menuliskannya untukmu suatu hari nanti,” jawabnya dan tak lama berselang ia sudah tertidur lelap.
David Utomo, adalah seorang penulis amatir.
Latest posts by Redaksi Marewai (see all)
Discussion about this post